Peningkatan Peran FKUB
/fkub kota banjarbaru
Sebuah pertanyaan pernah
dilontarkan. “diperlukankah keberadaan
FKUB?” Kalau ya mengapa dan
bersediakah semua pihak memperankan FKUB?
FKUB dibentuk oleh masyarakat untuk
pembangunan, pemeliharaan dan pemberdayaan umat beragama agar terwujud
kerukunan dan kesejahteraan. Pemerintah
berkewajiban memfasilitasi pembentukan dan tentu saja pembinaannya. Ada lima
tugas utama FKUB. Tugas tersebut adalah melakukan dialog-dialog, sosialisasi
per-uu-an dan kebijakan di bidang keagamaan terkait dengan kerukunan umat
beragama dan pemberdayaan masyarakat, dan terakhir pemberian rekomendasi
tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah.
Beranjak dari tugas utama yang
digariskan dalam Peraturan Bersama Nomor 9 dan Nomor 8/2006, setidak-tidaknya
ada tiga peran FKUB yang perlu dikembangkan. Ketiga peran tersebut adalah peran
antisipatif agar umat beragama terhindar dari ketegangan, pertikaian atau
konflik; peran solutif, bila pertentangan dan pertikaian terjadi; dan peran
kreatif, untuk pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat agar
lebih banyak lagi berperan dalam proses
berbangsa.
Peningkatan peran FKUB, khususnya
FKUB Kota Banjarbaru dapat dilakukan melalui strategi:
1.
Optimalisasi peran Dewan Penasehat FKUB
2.
Dukungan, komitmen dan kerjasama segenap
lembaga/institusi mitra termasuk lembaga legislative, antar lembaga dan dengan FKUB.
3.
Penguatan kelembagaan internal FKUB sendiri
4.
Pemenuhan kebutuhan dana kegiatan FKUB sesuai ketentuan
“Agree Indisagreement”
Di antara
pakar sosiologi agama mengajukan lima alternatif model untuk pembentukan kerukunan umat
beragama, yaitu sinkritisme: pandangan
bahwa semua agama adalah sama, rekonsepsi, sintesis, perpindahan
agama, dan agree in disagreement. Dari kelima model tersebut agaknya model Setuju dalam Perbedaan (Agree in
disagreement) adalah cara yang paling
tepat untuk kehidupan umat beragama di Indonesia. Bagaimana wujud setuju dalam
perbedaan dimaksud?
Setuju dalam perbedaan adalah
suatu sikap batin yang mengapresiasi keberadaan umat agama yang berbeda sebagai
bagian dari umat manusia. Setiap umat
beragama perlu mengedepankan dan
memandang persamaan yang
sama-sama dimiliki sebagai unsur perekat; mempersepsi bahwa umt yang berbeda
tersebut berasal dari kesatuan: ummah wahidah; bahwa perbedaan adalah keberagaman kemanusiaan dan menyatu membentuk suatu kekuatan. “Kita sepakat dalam perbedaan, kita setuju
untuk berbeda. Biarlah kita berbeda. Walaupun berbeda kita adalah satu”;
dan seterusnya, Terakhir, perbedaan
adalah sebuah realitas, dan sudah menjadi ketetapan Tuhan yang mesti diterima serta disikapi secara arif.
Setuju dalam perbedaan bukan bermakna
turut serta mengimani keyakinan
akidah/teologis umat beragama yang berbeda dan bukan pula keikutsertaan dalam peribadatan umat beragama lain.
Untuk bersetuju dalam perbedaan tentu tidak
dengan melakukan sesuatu yang kental dengan nuansa keyakinan akidah dan
ibadat/ritualitas umat agama yang berbeda. Banyak aktivitas sosial
kemasyarakatan yang memerlukan kerjasama seluruh umat beragama yang
sesungguhnya sangat mencerminkan kerukunan.
Setiap umat beragama perlu
mengakomodasi perbedaan dalam kondisi yang ramah terkendali agar tidak
termanifestasi dalam pertikaian. Perbedaan memang tidak dapat dihilangkan.
Barangkali sekarang diperlukan suatu
pedoman dan panduan untuk bertindak rukunan sesuai kondisi dan kultur suatu wilayah. Hal ini untuk menyikapi dan
mengskomodir perbedaan-perbedaan tersebut.
Kalau ok, wacana ini periu diperbincangkan
lebih lanjut dalam suasana serius santai
dan dalam bingkai perdamaian! (mahfudz shiddieq /ketua fkub kota
banjarbaru, kalsel)
Kecerdasan dan kedewasaan spiritual membuat seseorang menjadikan agama sebagai perekat bukan sekat tanpa kehilangan keyakinannya.
BalasHapus